Pemerintah terus memberikan perhatian yang lebih kepada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia di Papua. Hal ini sejalan dengan kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menekankan pengunaan pendekatan kesejahteraan daripada pendekatan keamanan dalam penyelesaiaan masalah yang terjadi di Papua. Salah satu bentuk upaya peningkatan kesejahteraan di Papua tersebut adalah disahkannya UU no. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus sebagai payung hukum pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) di Papua. Otsus yang sudah berjalan selama ini telah memberikan dampak positif terhadap pembangunan kesejahteraan di Papua. Hal ini dapat terlihat dari pembangunan ribuan kilometer ruas jalan untuk membuka jalur transportasi dan perdagangan di pedalaman Papua oleh Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) yang dibantu oleh personel Kodam XVII/Cenderawasih dan meningkatnya mutu pendidikan di Papua. Bahkan apabila ditinjau dari hasil kajian pihak KPWBI (Kantor Perwakilan Bank Indonesia) di Papua pertumbuhan perekonomian Papua menggembirakan (http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/k2-information/ekonomi/item/10531-bi–pertumbuhan-perekonomian-papua-menggembirakan).
Untuk mendapatkan hasil pembangunan yang lebih maksimal dan menyesuaikan dengan situasi konteks hari ini, konteks kekinian, dan juga konteks tantangan-tantangan atau peluang dimasa mendatang maka dirasakan perlu dilakukan perluasan terhadap konsep Otsus tersebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka lahirlah wacana Otsus yang diperluas atau Otsus plus. Penyusunan draft Otsus plus ini diharapkan sama dengan saat penyusunan draft Otsus tahun 2001 yang lalu dimana dalam proses penyusunannya melibatkan semua stakeholder yang ada di Papua. Seperti yang disampaikan oleh Prof. Dr. Karel Sesa, M.si. Akademisi yang sekarang menjabat sebagai Rektor Uncen ini disela-sela acara seminar dan pameran bersama Uncen dan PT. Freeport Indonesia, Jumat (8/11/2013) menyampaikan bahwa Otsus plus ini merupakan kajian baru dengan harapan masyarakat Papua bisa sejahtera, dan agar kesejahteraan itu tercapai kita harus saling merangkul satu sama lain dengan semua stakeholder di Papua.
Namun dalam perjalananya beberapa pihak menyayangkan proses penyusunan draft RUU Otsus Plus ini yang terkesan “tertutup” dan hanya melibatkan sebagian kelompok saja yang memiliki kepentingan tertentu. Seperti yang disampaikan oleh Yusak Andato selaku Ketua Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD KNPI) Provinsi Papua di sela-sela pertemuannya dengan Pangdam XVII/Cenderawasih, Kamis (23/1). Yusak menyampaikan kekecewaannya karena pihaknya sebagai organisasi kepemudaan di Papua tidak dilibatkan dalam penyusunan draft RUU Otsus Plus ini padahal pihaknya memberikan konstribusi pada saat penyusunan UU No 21 tahun 2001 tentang Otsus. Masih menurut Yusak, Konsep RUU Otsus yang ada saat ini hendaknya lahir dari orang yang turut melahirkan Otsus, sehingga Otsus itu sendiri dapat dipahami dan dimengerti oleh seluruh elemen masyarakat Papua.
Senada dengan ketua KNPI Prov Papua, salah satu anggota DPRP yaitu Yulianus Miagoni yang juga sebagai Sekretaris Komisi A DPR Papua Yulius seperti yang dituliskan Cenderawasih Pos Sabtu (25/1/2014) berpendapat, penyerahan draf RUU tersebut mestinya melalui proses pembahasan sebelum menjadi sebuah produk hukum dan Badan Legislatif adalah perlengkapan resmi yang harus dilalui. Sementara dalam pembahasan tersebut pihaknya tidak dilibatkan.
Bahkan kata Yulius, draf itu sama sekali belum pernah dibahas dibadan legislasi, dari sanalah pihaknya berkeberatan dan menuding albert melakukan pembohongan kepada publik. “saya rasa Albert Bolang melakukan pembohongan publik dan melecehkan anggota dewan, terutama anggota dewan, terutama anggota dewan di Baleg. Karena pemberitaan itu atas nama Wakil Baleg itu seolah-olah sudah bahas draf itu di Baleg. Draf itu belum pernah dibahas di Baleg. oleh karena itu, Albert Bolang seolah-olah menggunakan kapasitas sebagai pemimpin Baleg, melecehkan anggota dewan,” tuding Yulius Miagoni, Jum’at (24/1) kemarin.
Bahkan dirinya juga menuding bahwa draf itu tanpa prosedur yang jelas. Tentunya demikian itu draf yang termasuk melanggar otsus, lantaran tahapan pembahasan di Baleg belum pernah diadakan. “otsus harus melalui evaluasi bersama rakyat Papua melalui MRP dan DPRP. Tahapan itu belum jalan. Orang-orang itu melanggar otsus, karena tidak berjalan dengan baik”, tambahnya.
Yulisus juga menambahkan bahwa seorang pimpinan itu harus kolektif dan kolegial karena semua keputusan adalah rumusan anggota DPR, tapi di Komisi bersangkutan dan Baleg juga tidak pernah membahas itu. “saya minta anggota DPR juga harus punya wibawa dan prinsip yang tegas. Fungsi yang sebenarnya, jangan diabaikan,” ungkapnya.
Tidak sampai disitu saja penolakan terhadap proses penyusunan draft RUU Otsus Plus ini datang juga dari Ketua MRP (Majelis Rakyat Papua) Provinsi Papua Barat, Vitalis Yumte, seperti yang dilansir oleh Cenderawasih Pos,Sabtu (25/1/2014).
Vitalis Yumte sangat menyesalkan mekanisme penyusunan hingga penyerahan draf RUU Pemerintahan otsus di Tanah Papua yang dilakukan Gubernur Papua dan DPR Papua. Pasalnya, Draf RUU ini tidak memperhatikan usulan atau masukan dari Pemerintah Provinsi Papua Barat .
Dikatakan Vitalis, semua MRPPB, DPRPB dan Pemprov Papua Barat mendukung wacana penyusunan draf RUU otsus Plus dan ini dibuktikan dengan penandatanganan nota kesepahaman. Dan saat itu, Pemprov Papua Barat diminta untuk melakukan pembobotan. Tapi ternyata pembobotan itu tidak dianggap oleh Pemprov Papua.
“Yang kami sayangkan, apa yang di paripurnakan oleh DPR Papua itu saya menilai bahwa mekanisme tidak menghormati mekanisme yang melekat,” tandasnya kepada koran ini dikantornya, jumat (24/1).
Seharusnya menurut vitalis, pembobotan yang sudah dilakukan Pemprov Papua Barat bersama DPRPB, MRPPB serta sejumlah pihak dapat dilihat sebagai masukan bagi penyempurnaan draf RUU Pemerintahan Otsus di Tanah Papua. Hal ini, dimaksudkan kedua pemerintahan provinsi ditanah Papua dapat melengkapi. “Tapi hal ini tidak terjadi. Nah, itu lah yang menimbulkan rasa sesal,” ujarnya.
Sebagai pimpinan MRP Papua Barat, Vitalis Yumte juga sangat menyayangkan keterlibatan MRP Papua yang mempengaruhi sebagai anggota MRP Papua Barat untuk terlibat secara aktif dalam penyerahan draf RUU Pemerintahan Otsus Papua. Padahal, para anggota MRPPB tersebut tidak pernah di tunjuk mewakili lembaga untuk penyusun draf RUU Pemerintahan Otsus.
Vitalis pun mencurigai ada kepentingan tersembunyi dibalik keterlibatan anggota MRP Papua Barat dalam proses penyusunan draf RUU Pemerintahan Otsus di Tanah Papua ini. Selama ini tidak ada undangan resmi kepada badan MRPPB untuk penyusunan RUU Pemerintahan Otsus.” Ada yang dipengaruhi, sehingga mereka hadir dan memberi dukungan tanpa menyampaikan surat pemberitahuan resmi lewat pimpinan MRPPB,” tandasnya.
Ketua MRP Papua Barat berkesimpulan, karena penyusunan draf RUU ini tidak melibatkan Pemprov Papua Barat, DPRPB serta MRPPB, maka dapat dikatakan tidak sah. Pejabat dari prov Papua Barat yang menghadiri paripurna di DPR Papua di Jayapura tidak punya kewenangan untuk menandatangani persetujuan. Menyangkut suatu keputusan politik, maka seharusnya yang ikut menandatangani adalah gubernur, ketua DPRPB dan Ketua MRPPB, bukannya perwakilan.’ Sah bagi mereka (Pemprov Papua), tapi tidak sah bagi MRP Papua Barat. Draf itu belum disinkronkan, duduk bersama antara Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, tapi ini tidak dilakukan tuturnya.
Karena Pemprov Papua, DPRP dan MRP telah bertindak sepihak, Vitalis menegaskan bahwa draf RUU yang sudah disusun Pemprov Papua Barat bersama sama DPRPPB dan MRPPB belum lama ini akan diserahkan secara tersendiri kepada pemerintah Pusat di Jakarta melalui Kemendagri atau Kementerian terkait.
Vitalis Yumte mengatakan, posisi MRP Papua dan MRP Papua Barat memiliki kedudukan yang sama. Dan MRP Papua tidak merasa menjadi lebih tinggi dari MRP papua Barat, sehingga kedua MRP ini punya posisi yang sama dalam mengusulkan atau menanggapi sesuatu.
Proses penyusunan draft RUU otsus ini seharusnya memang dilakukan secara terbuka dan melibatkan seluruh stakeholder yang ada di Papua agar seluruh masyarakat mempunyai rasa memiliki terhadap draft RUU Otsus Plus ini. Dengan adanya rasa memiliki maka nantinya bila RUU ini disahkan menjadi UU seluruh masyarakat akan menjalankan dan mematuhinya dengan kesadaran yang tinggi.
Selain masalah proses pembuatan draftnya, RUU Otsus plus ini juga mendapatkan sorotan terhadap konten atau isi dari RUU itu sendiri. Isi dari RUU tersebut tidak boleh bertentangan dengan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti yang disampaikan oleh Ramses Ohee salah seorang Ondoafi Waena yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Barisan Merah Putih. Ramses akan turut mengawal untuk memberikan saran agar pelaksanaan Otsus Plus ini tidak keluar dari keutuhan wilayah NKRI.
Sementara itu Wakil Ketua II DPRP, Yunus Wonda seperti yang dilansir oleh situs Bintangpapua.com, Kamis (30/5/2013) mengatakan bahwa dalam pembahasan tentang Otsus Plus ini bukan berbicara mengenai “Papua harga mati” atau “Indonesia harga mati”, namun dibicarakan adalah hari ini rakyat ada perubahan dalam hidupnya yakni lebih mandiri dan sejahtera di segala aspek kehidupan. Dari penyampaian Yunus Wonda sebagai anggota DPRP dapat kita katakan bahwa inti dari Otsus Plus ini seharusnya bagaimana meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat di segala aspek kehidupan dan bukan untuk memberikan jalan kepada konsep pemikiran pemisahan Papua dari NKRI.
Draft RUU Otsus Plus ini diharapkan benar-benar menitikberatkan kepada usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tidak terdistorsi oleh kepentingan politik sebagian kelompok saja, apalagi menjadi agen dan sarana perpecahan Bangsa.
Sultan Syahrir
di publikasikan www.kodam17cenderawasih.mil.id